![]() |
Sumber gambar: www.tarbiyah.net |
Pancarona Islam - Salah satu amalan sunnah yang sering pula dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah shalat Dhuha. Hukum mendirikan shalat Dhuha adalah sunnah secara mutlaq dan boleh dirutinkan. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah dalil yang juga menunjukkan keutamaan shalat Dhuha.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada Abu Hurairah untuk dilaksanakan. Nasehat kepada Abu Hurairah pun berlaku bagi umat lainnya. Abu Hurairah mengatakan,
Sedangkan dalil bahwa shalat Dhuha boleh dirutinkan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah ,
Artinya: "Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit."
’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [2]
Waktu Pelaksanaan Shalat Dhuha
Shalat Dhuha bisa dilakukan saat waktu matahari meninggi hingga mendekati waktu zawal (matahari bergeser ke barat). [3] Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa waktunya adalah mulai dari matahari setinggi tombak, dilihat dengan pandangan mata, hingga mendekati waktu zawal. Lalu beliau jelaskan bahwa waktunya dimulai kira-kira 20 menit setelah matahari terbit, hingga 10 atau 5 menit sebelum matahari bergeser ke barat.[4] Sedangkan Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia), menjelaskan bahwa waktu awal shalat Dhuha adalah sekitar 15 menit setelah matahari terbit. [5]
Jadi, silakan disesuaikan dengan terbitnya matahari di masing-masing daerah karena tidak bisa dipastikan jam pastinya shalat Dhuha tersebut dimulai dan berakhir. Dan setiap hari waktu terbit matahari pun berbeda.
Sedangkan waktu utama mengerjakan shalat Dhuha adalah di akhir waktu [6], yaitu keadaan yang semakin panas. Dalilnya adalah,
Artinya "Zaid bin Arqom melihat sekelompok orang melaksanakan shalat Dhuha, lantas ia mengatakan, 'Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain waktu yang mereka kerjakan saat ini, ada yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "(Waktu terbaik) shalat awwabin (nama lain untuk shalat Dhuha yaitu shalat untuk orang yang taat atau kembali untuk taat [7])" adalah ketika anak unta merasakan terik matahari'." [8]
An Nawawi mengatakan, "Inilah waktu utama untuk melaksanakan shalat Dhuha. Begitu pula ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa ini adalah waktu terbaik untuk shalat Dhuha. Walaupun boleh pula dilaksanakan ketika matahari terbit hingga waktu zawal." [9]
Jumlah Raka’at Shalat Dhuha
Shalat Dhuha dilakukan minimal sebanyak dua raka’at sedangkan maksimalnya adalah tanpa batas, menurut pendapat yang paling kuat [10]. Jadi boleh hanya dua raka’at, boleh empat raka’at, dan seterusnya asalkan jumlah raka’atnya genap. Namun jika ingin dilaksakan lebih dari dua raka’at, shalat Dhuha tersebut dilakukan setiap dua raka’at salam.
Dalil minimal shalat Dhuha adalah dua raka’at sudah dijelaskan dalam hadits-hadits yang telah lewat. Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa maksimal jumlah raka’atnya adalah tak terbatas, yaitu hadits,
Artinya: "Mu’adzah pernah menanyakan pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, berapa jumlah raka’at shalat Dhuha yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? ‘Aisyah menjawab, "Empat raka’at dan beliau tambahkan sesuka beliau." [11]
Sumber:
1. HR. Bukhari no. 1981 dan Muslim no. 721.
2. HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya.
3. Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik, 1/425, Al Maktabah At Taufiqiah.
4. Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,hal. 289, Daruts Tsaroya, cetakan pertama, tahun 1424 H.
5. Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah.
6. Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah.
7. Syarh Muslim, 6/30.
8. HR. Muslim no. 748.
9. Syarh Muslim, 6/30.
10. Pendapat ini dipilih juga oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah,hal. 289.
11. HR. Muslim no. 719.
EmoticonEmoticon